Ada seorang lelaki yang berjalan melewati dua ulama yang memperdebatkan kesucian air mani.
Ulama yang satu berpandangan air mani suci, sedangkan ulama yang lain berpandangan mani itu najis.
Lelaki itu kemudian bertanya, “Apa yang Anda sekalian lakukan?”
Ulama yang berpandangan kesucian air mani berkata, “Aku berusaha meyakinkan bahwa asal-usulnya suci,
akan tetapi ia enggan, dan ingin menjadikan asal-usulnya najis.”
Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Aqil dan lainnya.
Kesucian air mani adalah hal yang diperdebatkan oleh para ulama fikih.
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa air mani itu suci, dan ini pendapat mazhab asy-Syafi’i dan Hambali.
Pendapat kedua berpandangan bahwa air mani najis, dan ini pendapat dari mazhab Hanafi dan Maliki.
Ulama yang berpendapat bahwa ia najis, mengiaskannya dengan air kencing.
Mengiaskan air mani dengan air kencing merupakan kias dengan sesuatu yang berbeda.
Adapun yang berpendapat bahwa air mani suci, berdalil dengan dalil-dalil dari as-Sunnah.
Di antaranya hadis riwayat Aisyah.
Aisyah berkata, “Dulu aku mengerik mani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika telah kering
dan mencucinya (dengan air) jika masih basah.”
Diketahui bahwa mengerik tidak dapat menghilangkan bekas air mani seandainya ia najis.
Sehingga ini menunjukkan bahwa air mani itu suci.
Apakah dengan mengerik air kencing (yang kering) dapat menghilangkan najisnya?
Tidak dapat menghilangkan najisnya.
Andai air mani itu najis, pasti Aisyah tidak akan cukup dengan mengeriknya dalam membersihkannya.
Selain itu, air mani juga merupakan asal dari manusia.
Allah menciptakan Nabi Adam dari tanah,
dan menciptakan keturunannya dari saripati air yang hina, yakni dari mani tersebut.
Keturunan Nabi Adam terdapat para Nabi dan Rasul,
orang-orang siddiq, para syuhada, dan orang-orang saleh.
Sehingga jauh sekali jika asal-usul mereka dari benda najis.
Oleh sebab itu, dalam kisah dua orang ulama
yang saling berselisih tentang kesucian air mani,
lalu ada seseorang yang melewati mereka.
Ulama yang berpandangan kesucian air mani berkata, “Aku berusaha meyakinkan bahwa asal-usulnya suci, tapi ia enggan, dan ingin menjadikan asal-usulnya najis.”
Meskipun ini hanya sekedar anekdot, tapi ia memberi bukti
lebih kuatnya pendapat yang mengatakan kesucian air mani.
Ini merupakan pendapat yang lebih kuat menurut para pemerhati dari kalangan ulama.
Demikian.
====
مَرَّ رَجُلٌ بِعَالِمَيْنِ يَتَنَاظَرَانِ فِي طَهَارَةِ الْمَنِيِّ
وَأَحَدُهُمَا يَرَى طَهَارَتَهُ وَالْآخَرُ يَرَى نَجَاسَتَهُ
فَقَالَ الرَّجُلُ مَا شَأْنُكُمَا؟
قَالَ مَنْ يَرَى طَهَارَةَ الْمَنِيِّ أُحَاوِلُ أَنْ أَجْعَلَ أَصْلَهُ طَاهِرًا
وَيَأْبَى إِلَّا أَنْ يَجْعَلَ أَصْلَهُ نَجِسًا
نَعَمْ هَذِهِ الْقِصَّةُ ذَكَرَهَا ابْنُ عَقِيلٍ وَغَيْرُهُ
وَطَهَارَةُ الْمَنِيِّ مَحَلُّ خِلَافٍ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ
فَمِنْهُمْ مَنْ ذَهَبَ إِلَى أَنَّهُ طَاهِرٌ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ
وَالْقَوْلُ الثَّانِي أَنَّهُ نَجِسٌ وَهَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ
وَمَنْ قَالَ بِنَجَاسَتِهِ قَاسَهُ عَلَى الْبَوْلِ
وَقِيَاسُهُ عَلَى الْبَوْلِ قِيَاسُهُ مَعَ الْفَارِقِ
وَأَمَّا الْقَائِلُوْنَ بِطَهَارَتِهِ اسْتَدَلُّوا بِأَدِلَّةٍ مِنَ السُّنَّةِ
وَمِنْ ذَلِكَ حَدِيثُ عَائِشَةَ
قَالَتْ كُنْتُ أَفْرُكُ مَنِيَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَابِسًا
وَأَغْسِلُهُ إِذَا كَانَ رَطْبًا
وَمَعْلُومٌ أَنَّ الْفَرْكَ لَا يُزِيلُ أَثَرَهُ لَوْ كَانَ نَجِسًا
فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى طَهَارَتِهِ
فَرْكُ الْبَوْلِ هَلْ يُزِيْلُ نَجَاسَةَ الْبَوْلِ؟
لَا يُزِيلُ نَجَاسَةَ الْبَوْلِ
لَوْ كَانَ الْمَنِيُّ نَجِسًا لَمَا اكْتَفَتْ عَائِشَةُ فِي إِزَالَتِهِ بِالْفَرْكِ
وَأَيْضًا الْمَنِيُّ هُوَ أَصْلُ الْإِنْسَانِ
فَإِنَّ اللهَ خَلَقَ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ
وَخَلَقَ بَنِي آدَمَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ مِنْ هَذَا الْمَنِيِّ
وَبَنُو آدَمَ فِيهِمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالرُّسُلُ
وَالصِّدِّيْقُونَ وَالشُّهَدَاءُ وَالصَّالِحُونَ
فَيَبْعُدُ جِدًّا أَنْ يَكُونَ أَصْلُهُمْ نَجِسًا
وَلِهَذَا فِي هَذِهِ الْقِصَّةِ قِصَّةِ هَذَيْنِ الْعَالِمَيْنِ
الَّذَيْنِ يَتَنَاظَرَيْنِ فِي طَهَارَةِ الْمَنِيِّ
مَرَّ بِهِمْ أَحَدُ النَّاسِ
وَقَالَ مَنْ يَرَى طَهَارَةَ الْمَنِيِّ أُحَاوِلُ أَنْ أَجْعَلَ أَصْلَهُ طَاهِرًا وَيَأْبَى إِلَّا أَنْ يَجْعَلَ أَصْلَهُ نَجِسًا
وَهَذِه وَإِنْ كَانَتْ طُرْفَةً إِلَّا أَنَّهَا يَعْنِي تُعْطِي دَلَالَةً
عَلَى رُجْحَانِ الْقَوْلِ بِطَهَارَةِ الْمَنِيِّ
وَهَذَا هُوَ الْقَوْلُ الْمُرَجَّحُ عِنْدَ كَثِيْرٍ مِنَ الْمُحَقِّقِيْنَ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ
نَعَمْ